Senin, 07 Oktober 2013

Wujud Dan Jenis Morfem



WUJUD DAN JENIS MORFEM


A. Wujud Morfem

Wujud morfem dikenal sebagai wujud huruf atau rangkaian huruf yang melambangkan bunyi. Bunyi sebagai material bahasa memiliki dua jenis, yang di segmen-segmenkan (dipisah-pisahkan) dan bunyi yang tidak dapat di segmen-segmenkan. Yang pertama sering disebut juga bunyi segmental dan yang kedua sering disebut bunyi supra segmental. Segmental atau segemen-segmen bunyi terkecil dalam bahasa fonem. Sesuai dengan hierarki unsur kebahasaan, semakin besar segmen bunyi itu berturut-turut adalah morfem, kata morfem, kalimat dan wacana. Suatu wacana dapat disegmentasikan atas kalimat-kalimat. Kalimat dapat desegmentasikan atas klausa-klausa; klausa dapat disegmentasikan atas frasa-frasa; frasa dapat disegmentasikan atas kata-kata; kata dapat disegmentasikan atas morfem-morfem; dan morfem dapat disegmentasikan atas fonem-fonem. Bunyi-bunyi supra segmental tidak dapat dipisah-pisahkan seperti bunyi segmental. Intonasi tekanan persediaan, nada, dan durasi, sebagai unsur supra segmental bahasa. Perbedaan makna antara satu lingual dengan yang lain ditandai dengan segmen yang berupa segmen, morfem, kata, frasa, klausa atau ditandai oleh bunyi supra segemental yang berupa intonasi, tekanan, persendian, nada atau durasi.

Bahasan-bahasan lain yang terdapat dalam morfem-morfem supra segmental pertama, morfem-morfem mungkin memiliki wujud fonem atau urutan fonem-fonem. Kedua, bagi bahasa-bahasa tertentu urutan fonem mungkin belum menandai pengertian atau konsep yang cukup jelas. Ketiga, fonem panjang dimanfaatkan untuk membedakan makna sehingga panjang suatu fonem dapat dianggap sebagai suatu morfem. Keempat, naik turunnya nada dimanfaatkan untuk membedakan makna. Bunyi-bunyi supra segmental selalu dibarengi oleh bunyi-bunyi segmental. Kelima, morfem-morfem bahasa bisa tidak berwujud dengan kata lain suatu morfem bisa berupa kekosongan.

B. Jenis Morfem

Berdasarkan kriteria tertentu, morfem dapat diklasifikasikan  menjadi beberapa jenis. Penjenisan ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu hubungan dan distribusi morfem dengan unsur lain dalam bahasa. Samsuri (1988) menggolongkan morfem berdasarkan empat kategori yaitu:
(1) berdasarkan hubungan struktur:
(2) hubungan posisi dan;
(3) distribusi.




·         Dilihat berdasarkan hubungan strukturalnya morfem dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

(a)         Morfem yang bersifat adiktif (tambahan) adalah morfem-morfem umumnya terdapat pada semua bahasa, seperti pada urutan putra, tunggal, -nya, sakit. Unsur-unsur morfem tersebut tidak lain penambahan yang satu dengan yang lain.
(b)         Morfem yang bersifat replasif (penggantian), yaitu morfem-merfem berubah bentuk atau berganti bentuk dari morfem asalnya. Perubahan bentuk itu disebabkan oleh perubahan waktu atau perubahan jumlah. Contoh morfem replasif ini terdapat dalam bahasa Inggris.
(c)         Morfem bersifat substraktif (pengurangan), misalnya terdapat dalam bahasa Perancis. Dalam bahasa ini, terdapat bentuk adjektif yang dikenakan pada bentuk betina dan jantan secara ketatabahasaan. Misalnya sifat palsu, baik, panas, kecil jika dikaitkan dengan kata betina bentuknya /fos/, /bon/, /sod/, /ptit/ tetapi kalau dikaitkan dengan kata berjenis jantan menjadi /fo/, /bo/, /so/, /pti/.

·         Dilihat dari hubungan posisinya, morfem pun dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

(a)    bersifat urutan. Contoh morfem yang bersifat urutan terdapat pada kata berpakaian, yaitu /ber-/+/-an/. Ketiga morfem itu bersifat berurutan karena yang satu diurutkan sesudah yang lainnya. Tiga jenis morfem ini akan jelas bila diterangkan dengan memakai morfem-morfem imbuhan dan morfem lainnya.
(b)   bersifat sisipan, Contoh morfem yang bersifat sisipan dapat dilihat dari kata /telunjuk/. Bentuk tunjuk merupakan bentuk kata bahasa Indonesia di samping telunjuk. Kalau diuraikan maka akan menjadi /t…unjuk/+/-el-/.
(c)    bersifat simultan. Morfem simultan atau disebut pula morfem tidak langsung terdapat pada kata-kata seperti /kehujanan/, /kesiangan/, dan sebagainya. Bentuk /kehujanan/ terdiri dari /ke-…-an/ dan /hujan/, /kesiangan/ terdiri dari /ke-…-an/ dan /siang/. Bentuk /ke-an/ dalam bahasa Indonesia merupakan morfem simultan, terbukti karena bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk /kehujan/ atau /hujanan/ maupun /kesiang/ atau /siangan/. Morfem simultan itu sering disebut morfem kontinu (discontinuous morpheme).

·         Ditinjau dari distribusinya, morfem dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : morfem bebas dan morfem terikat.
(a)                   Morfem bebas adalah morfem yang mempunyai potensi untuk berdiri sendiri sebagai kata dan dapat langsung membentuk kalimat. Dengan demikian, morfem bebas merupakan morfem yang diucapkan tersendiri; seperti: gelas, meja, pergi dan sebagainya. Morfem bebas sudah termasuk kata meskipun  konsep kata tidak hanya morfem bebas, kata juga meliputi semua bentuk gabungan antara morfem terikat dengan morfem bebas, morfem dasar dengan morfem dasar. Jadi dapat dikatakan bahwa morfem bebas itu kata dasar (Santoso, 2004; Chaer, 2012: 146-166).

(b)                Morfem terikat merupakan morfem yang belum mengandung arti, maka morfem ini belum mempunyai potensi sebagai kata. Untuk membentuk kata, morfem ini harus digabung dengan morfem bebas. Menurut Samsuri (1994), morfem terikat tidak pernah di dalam bahasa yang wajar diucapkan tersendiri. Morfem-morfem ini, selain contoh yang telah diuraikan pada bagian awal, umpanya: ter-, per-, -i, -an. Di samping itu ada juga bentuk-bentuk seperti – juang, -gurau, -tawa, yang tidak pernah juga diucapkan tersendiri, melainkan selalu dengan salah satu imbuhan atau lebih. Tetapi sebagai morfem terikat, yang berbeda dengan imbuhan, bisa mengadakan bentukan atau konstruksi dengan morfem terikat yang lain (Santoso, 2004).

Sumadi (2012: 50-63) mengelompokkan morfem bahasa Indonesia berdasarkan tujuh dasar yaitu:
(a) kemampuan morfem berdiri sendiri dalam suatu tuturan ;
(b) kemampuan berdistribusinya morfem dengan morfem lain ;
(c) produktivias morfem;
(d) relasi antarunsur morfem;
(e) sumber morfem;
(f) jumlah fonem pembentuk morfem dan:
(g) makna morfem.

(1)   Dilihat dari aspek kemampuan morfem untuk berdiri sendiri dalam suatu tuturan, kita mengenal morfem bebas, morfem semi bebas, dan morfem terikat.
Konsep bebas, semi bebas, dan terikat di sini mengacu pada relasi morfem dengan kajian morfologi dan sintaksis sehingga disebut bebas, semi bebas, dan  terikat secara morfologis dan secara sintaksis. Sebuah morfem dikatakan bebas secara morfologis artinya sebuah morfem dapat menjadi sebuah kata tanpa digabungkan dengan morfem lain. Bebas secara sintaksis artinya sebuah morfem tanpa  digabungkan dengan morfem lain sudah dapat dianggap sebagai kalimat. Bentuk seperti tas, rumah, kuda, batu, beras, misalnya dapat dikategorikan sebagai morfem bebas baik secara morfologis maupun secara sintaksis. Untuk itu cermatilah penggunaan bentuk ‘tas’ dalam  contoh tuturan antara pelayan toko dan pembeli berikut:
Pelayan : Ibu mau membeli apa?
Pembeli : Tas.
Bentuk ‘tas’ dalam dialog ini tergolong morfem bebas baik secara morfologis maupun secara sintaksis. Bentuki ‘tas’ merupakan bentuk yang paling kecil, tak terbagikan dapat berdiri sendiri sebagai kata (morfologi) dan sebagai jawaban atas pertanyaan bentuk ‘tas’ merupakan wujud kalimat (sintaksis). Bentuk tas dalam konteks jawaban merupakan bentuk elips dari jawaban lengkap : (Saya mau membeli) tas.
Morfem semi bebas adalah morfem yang bebas secara morfologis artinya telah berujud kata tetapi masih terikat secara sintaksis. Terikat secara sintaksis artinya morfem yang berujud kata tidak dapat diperlakukan sebagai kalimat seperti pada contoh ‘tas’ di atas. Bentuk-bentuk seperti dan, tetapi, agar, untuk, melainkan, sehingga, ketika, walaupun, demi, karena, namun, merupakan morfem bebas secara morfologis karena semuanya merupakan kata tetapi terikat secara sintaksis. Cermatilah tuturan antara guru dan siswa berikut:
Guru: Mengapa Anda terlambat?
Siswa : (a) *karena
             (b) macet
Bentuk jawaban (a) dengan ‘karena’ dalam dialog ini tidak bermakna meskipun ‘karena’ merupakan kata. Jawaban (b) adalah morfem yang bebas karena kata macet merupakan kalimat (dari konstruksi lengkap Saya datang terlambat karena macet). Bentuk ‘karena’ tidak dapat diperlakukan sebagai kalimat seperti ‘macet’  sehingga tergolong morfem semi bebas. Bentuk ‘karena’ merupakan morfem yang bebas secara morfolgis tetapi terikat secara sintaksis sehingga menjadi morfem semi bebas. Dari contoh ini dapat dikatakan bahwa semua konjungsi tergolong morfem semi bebas.
Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dalam suatu tuturan dan terterikatannya baik secara morfologis maupun secara sintaksis. Morfem terikat dapat berwujud
(a) afiks (prefiks, infiks, sufiks, konfiks/simulfiks)
(b) klitika
(c) bentuk dasar terikat
(d) morfem unik.
Klitika merupakan satuan gramatik yang terikat seperti afiks, bukan bentuk dasar tetapi memiliki makna leksikal dan garamatikal. Bentuk  -ku, -mu, -nya, -isme, tergolong klitika bisa terlihat pada bentuk kampusku, sepatumu, senymannya, kapitalisme.
Salah satu morfem terikat adalah bentuk dasar terikat. Bentuk dasar bebas sudah dapat dikatakan sebagai kata dan dapat dilekati afiks untuk membentuk bentuk dasar atau kata baru misalnya kata sekolah bisa dibentuk kata bersekolah, persekolahan, menyekolahkan. Lain halnya dengan bentuk dasar terikat seperti bentuk juang, temu, pakai. Bentuk juang baru menjadi kata hanya setelah diimbuhi ber- untuk bentuk berjuang, per-/-an untuk membentuk perjuangan, memper-/-kan untuk memperjuangkan.
Morfem unik adalah morfem yang hanya dapat digabungkan dengan bentuk tetentu. Morfem {renta} tergolong unik karena hanya bisa dipadukan dengan morfem {tua}; begitu juga morfem {belia, gulita} hanya bisa dipadukan pada morfem {muda, gelap}.

(2)   Morfem berdasarkan kemampuan berdistribusi dengan morfem lain
Dilhat dari distribusnya morfem dibedakan menjadi morfem tertutup dan morfem terbuka. Morfem terbuka berarti morfem itu bisa berdistribusi dengan morem lain, sedangkan morfem tertutup tidak bisa berdistribusi dengan morfem lain. Bentuk sudah dan telah secara semantik bermakna sinonim termasuk kalau kedua bentuk itu diberi imbuhan se- menghasilkan bentuk sesudah dan setelah.
Dalam proses berdistribusi dengan morfem lain tampak jelas keduanya berbeda. Bentuk sudah merupakan morfem terbuka karena bisa berdistribusi dengan morfem lain mumunculkan bentuk berkesudahan dan menyudahi. Sebaliknya bentuk telah tidak bisa menurunkan bentuk yang benar karena yang dihasilan adalah bentuk *berketelahan dan *menelahi. Dengan demikian telah adalah morfem yang tertutup. Contoh lain yang analog adalah  penggunaan bentuk mungkin dan barangkali yang bisa menurunkan bentuk kemungkinan, memungkinkan, termungkin, dimungkinkan tetapi tidak diterima adanya bentuk *kebarangkalian, *membarangkalikan, *terbarangkali, *dibarangkalikan. Bentuk-bentuk dasar yang berfungsi sebagai alat ada yang tergolong morfem terbuka dan ada yang tertutup. Contoh sapu terbuka  berdistribus dengan bentuk menyapu, tersapu, menyapukan, disapukan, sapuan. Bentuk piring tidak bisa berdistribusi seperti kata sapu. Hal yang sama berlaku pada bentuk berupa afiks. Contoh bentuk berlaku berdistribusi dengan bentuk diberlakukan, memberlakukan, pemberlakuan berbeda dengan bentuk
(3)   Berdasarkan Produktivias: produktif dan improduktif
Sebutan morfem produktif dan morfem improduktif merupakan penggolongan bersaran kemampuan morfem untuk menghasilkan bentuk-bentuk baru. Pembedaan morfem dengan kategori ini berlaku baik untuk afiks maupun morfem non-afiks. Mengacu pada uraian tentang morfem bebas, semibebas, terikat ditemukan juga adanya morfem produktif dan improduktif. Bentuk batu dan arloji tergolong morfem bebas tetapi batu morfem produktif (batu, membatu, batuan, berbatu, bebatuan, batu-batu sedangkan arloji morfem improduktif (arloji, arloji-arloji). Produktivitas morfem tidak sama. Morfem berupa afiks umumnya tergolong morfem produktif.
(4)   Berdasarkan Relasi Antarunsur
Dilihat berdasarkan relasi antar unsurnya morfem dibedakan menjadi morfem utuh dan terbelah. Utuh, jika tidak disisipi dengan unsur lain. Terbelah, jika disisipi unsur lain. Morfem rumah, batu, tangan, sepatu, kemah, dll. Adalah morfem utuh karena tidak dapat disisipi unusr lain.Sebaliknya morfem-morfem berupa afiks konfiks dikategorikan sebagai morfen terbelah karena relasi unatara u ntur itu berpeluang disisipi unsur lain. Morfem ke-/-an, misalnya bisa menunkan bentuk bermacam-macam bergantung unsur dasar yang hendak dimasukkan. Unsur nakal, sehat, malas, rajin yang dikorelasikan dengan unsur ke-/-an akan menghasilkan bentuk kenakalan, kesehatan, kemalasan, kerajinan.


(5)   Berdasarkan sumber asli atau serapan
Dilihat dari sumbernya morfem bahasa Indonesia dibedakan menjadi morfem asli dan morfem serapan. Morfem dasar seperti rumah, air, batu dan morfem afiks ber-, ter- dapat dikategorikan morfem asli sedangan standar, organisasi, koperasi, isme, isasi, dll. Tergolong morfem serapan/pungutan.
(6)   Berdasarkan jumlah fonemnya: monofonemis dan polifenemis
Fonem momofonemis hanya terdiri dari satu fonem sedangkan polifenemis terdir dari banyak fonem. Bentuk a- dan i- pada morfem amoral dan ilegal tergolong monofonemis karena terdiri atas satu morfem {a- dan i-}. Kata amoral dan ilegal masing-masing terdiri atas dua morfem itu {a dan moral} dan {i- dan legal}. Dua bentuk ini terdiri dari morfem monofonemis /a-/ dan /i-/ dan morfem polifonemis masing /m/, /o/, /r/, /a/,/ l/ dan /l/, /e/, /g/, /a/, /l/.
(7)   Berdasarkan Makna : morfem leksikal dan gramatikal
Dipandang dari maknanya morfem dibedakan menjadi morfem bermakna leksikal dan morfem bermakna gramatikal. Makna leksikal merujuk mpada makna yang ada pada leksikon. Morfem {kuda, batu, besar, gemuk} bermakna leksikal menyakan binatang, benda, sifat. nSebaliknya morfem afiks seperti {ber-, ter-, me-, meN-, dll.) baru bermakna jika dilekatkan pada morfem lain. Bentuk ber- tidak bermakna tetapi ketika dilekatkan pada kata sepatu menjadi bersepatu maka ber- pada bentuk bersepatu bermakna mengenakan sepatu.

Rangkuman :


Morfem-morfem memiliki wujud yang bermacam-macam. Secara garis besar, wujud morfem dapat dibedakan menjadi dua kata, yakni wujud segmental dan wujud suprasegmental. Selain itu ada morfem “tak berwujud atau kosong yang biasa disebut morfem zero. Morfem segmental berupa bunyi-bunnyi yang dapat disegmentasikan, suprasegmental berupa bunyi-bunyi yang tidak dapat disegmentasikan. Morfem-morfem segmental berupa fonem atau urtan fonem dibedakan menjadi dua, yakni morfem berupa afiks dan morfem berupa bentuk dasar (leksem).



Daftar Pustaka :
Noortyani, Rusma. 2010. Morfologi Bahasa Indonesia (kajian seluk-beluk kata). Banjarbaru: Scripta Cendikia.






Senin, 23 September 2013

Tugas Kelompok Membuat 10 Soal dari Materi Konsep Morfologi

1.Bagaimana keterkaitan morfologi dengan leksikologi ?Jelaskan dan berikan contoh !
2.Jelaskan secara terperinci apa yang dimaksud dengan etimologi dan berikan contoh !

3.Seperti apa membedakan antara leksikologi dan gramatikal ?Jelaskan !
4.Apakah Konsep Morfologi ini dapat dijadikan tolak ukur pembelajaran Morfologi Bahasa Indonesia ? Jelaskan !
5.Berikan contoh untuk membedakan bidang garapan morfologi dan sintaksis dalam kalimat !
6.Bagaimana kategori kelas kata ? Jelaskan !
7.Apakah dalam morfem terikat harus memiliki bentuk yang afiks ? Jelaskan !
8.Afiks yang disebut sufiks yakni yang disisipkan ditengah morfem.Tolong jelaskan maksud pernyataan tersebut dan berikan contoh !
9.Jelaskan persamaan morfologi dengan sintaksis !
10.Dalam bahasa Indonesia terdapat 1 morfem yang terdiri atas1 fonem.Tolong jelaskan beserta contoh !

Anggota Kelompok 4

1.Deby Marsadina 
2.Dini Ervina
3.Ida 
4.Nor Anita 
5.Noor Ifansyah
6.Zahratun Nisa